Ngelawang, Menjaga Tradisi Sambil Meraup Rezeki

Oktober 17, 2009

Bagi saya dan anak-anak kecil di Bali, Galungan adalah Hari Raya yang sangat ditunggu-tunggu. Apalagi datangnya setiap 6 bulan sekali membuat rasa menunggu itu semakin nikmat. Ada hal-hal yang ditunggu oleh kami yang membuat nuansa Galungan itu berbeda dengan hari-hari biasa. Hal-hal yang membuat kami dengan setia menunggu datangnya Hari Raya Galungan. Dan bagi anak-anak desa di Bali yang polos, kedatangan serombongan barong dan suara alat-alat musik yang mengiringinya adalah bayaran yang setimpal bagi kesabaran mereka menanti hadirnya Galungan. Dan hal inilah yang disebut "Ngelawang".

Ngelawang Galungan.jpghabis nyontreng 2.jpgNgelawang adalah sebuah tradisi yang sudah lama dilakoni oleh masyarakat Bali. Entah kapan sebenarnya tradisi ini dimulai dan untuk apa. Saya sendiri kurang tahu. Saya hanya ingat perkataan ayah saya yang bilang bahwa waktu beliau masih kecil, tradisi ngelawang ini sudah ada. Jadi bisa dibayangkan tradisi ini sudah berumur lebih tua dari ayah saya. Bahkan mungkin lebih tua dari kakek saya.

Ada yang menafsirkan filosofi ngelawang sebagai ruwatan bumi demi terawatnya kemanusiaan. Tradisi pentas seni nomaden ini diduga berakar pada psiko-relegi dari sebuah mitologi Hindu, Siwa Tatwa. Alkisah ketika Dewa Siwa dan Dewi Uma memadu kasih tidak di tempat dan pada waktunya, harmoni terguncang. Bumi gonjang-ganjing, gunung meletus, laut mengamuk, hutan terbakar, dan banjir menerjang. Akibatnya, kesengsaraan bagi umat manusia dan makhluk hidup yang lainnya. Sadar akan kekhilafannya itu, Dewa Siwa mengutus para dewa untuk menenangkan dan menemteramkan kembali seisi alam. Setiba di bumi, para dewa menciptakan dan mementaskan beragam bentuk kesenian. Lewat pergelaran seni itu seisi jagat kembali damai.

Persembahan ngelawang pada Galungan juga disangga konsepsi alam pikiran menolak bala yang berangkat dari legenda kemenangan kebajikan melawan kezaliman. Konon, dulu di Bali berkuasa seorang raja zalim yang bernama Mayadanawa. Raja berwujud raksasa ini dengan sewenang-wenang melarang rakyatnya menyembah Tuhan. Turunlah kemudian Dewa Indra dari kahyangan untuk memerangi Mayadanawa. Melalui pertempuran yang dahsyat Dewa Indra berhasil membinasakan si angkara murka Mayadanawa. Sejak itu rakyat Bali kembali tenteram yang kemudian menyukurinya sebagai hari Galungan. Seni pentas ngelawang dalam konteks ini dimaknai untuk menjaga kesucian jagat dan melindungi manusia dari gangguan roh-roh jahat.

Terlepas apakah kedua konsepsi itu benar adanya, ngelawang tetap menjadi hiburan yang murah meriah bagi anak-anak desa di Bali. Apalagi dilakoni pada pada masa-masa Hari Raya Galungan dan Kuningan. Menambah indahnya tradisi ngelawang ini.

Dulu ketika masih kecil saya dan teman-teman sekampung sangat menantikan datangnya para rombongan ngelawang ini. Dan selalu minta kepada ibu untuk "mengupah" agar barongnya mau menari di depan kami. Kalau sudah menari, itulah saatnya bagi kami, anak-anak kampung untuk mengerjai barong tersebut. Ada satu kata sakti yang selalu menjadi andalan bagi kami, yaitu kata "Bauukk..!!". Setiap kali kami meneriakkan kata bauuukkk..., maka itu adalah tanda bagi penari barong untuk mengejar kami. Tentunya tidak pernah ada dari kami yang bisa tertangkap oleh barong. Kami terus bermain dengan barong hingga badan basah oleh keringat.

Tapi tidak semua barong boleh dikerjai dengan kata "bauukkk..". Hanya barong yang berkalung akar dan daun ata saja yang boleh diteriaki bauukk (seperti barong pada gambar). Sedangkan barong yang notabena adalah duwe pura sama sekali tidak boleh karena barong tersebut telah disucikan. Tapi pada waktu-waktu tertentu barong-barong tersebut tetap melakoni tradisi ngelawang dan hal ini lebih dikenal dengan istilah "Ida Bhatara Melancaran".

Dulu di desa saya pernah ada satu kelompok barong yang selalu ngelawang setiap Hari Raya Galunga dan Kuningan. Tapi sekarang sudah tidak aktif lagi. Satu hal karena para penarinya sudah pada besar dan kondisi barongnya yang sudah rusak.

Yah, itulah tradisi yang masih ada hingga sekarang. Tapi entah bisa bertahan hingga kapan, hanya waktu yang bisa menjawab. Globalisasi dan modernisasi membuat tradisi ini terancam punah. Hal ini saya lihat dari mulai berkurangnya kelompok-kelompok barong. Kalau dulu ketika saya masih kecil, dalam seminggu bisa lebih dari 5 kelompok barong yang ngelawang ke desa saya, tapi sekarang satu saja sudah syukur. Yah, semoga masih ada yang perduli dan mau menjaga tradisi ini untuk tetap eksis ditengah kemajuan dunia.(*bb/bdy)


Referensi :
* Image : http://flickr.com/photos/8599793@N05/1140543236

Artikel Terkait Dengan Kategori :



Share this article on :

7 comments:

nuansa pena mengatakan...

Tergusur nge-Net sekarang anak-anak kecil trampil dengan game on-line demikian dengan remaja dan orangtua maaupun kakek nenek pada jagoan chatting, seperti anda dan saya dengan blogwalkingnya. Solusinya ya di promosikan melalui internet!

sda mengatakan...

tradisi ini semoga tetap ada yang melestarikan, jangan sampai mati. kenalkan pada anak cucu, biar terus lestari keberadaannya.

narti mengatakan...

barongnya bermacam-macam juga ya?
terus nulis ya, jangan sampai kesenian kita hilang.

NURA mengatakan...

salam sobat
wah meriah sekali nich,,
saya dulu sering melihat di TV.
semoga ngga punah ya tradisi budaya ini.

peluangku mengatakan...

iya mas bliyan...sepertinya asik dan meriah
ayo.., mulai dari mas bliyan yang menjaga 'n melestarikannya...he..he
thanks

reni mengatakan...

Baru tahu ini deh kalau ada tradisi yang namanya Ngelawang di Bali...
Kapan ya aku bisa ke Bali.... Jadi pengen... :?

bliyanbayem mengatakan...

@Nuansa pena : yep, itupun sudah saya lakukan. yah walaupun dengan tulisan dari blog ini. thx ya mas!

@sda : makasi ya!

@Narti : ya mba, barongnya ada banyak macam dan jenis. yang ini khusus untuk permainan anak-anak!

@Nura : yep, semoga saja mas. saya juga sedang berusaha!

@Peluangku : yep, sedikitnya sudah mas. thx juga!!

@Reni : ya, tak doain biar bisa main ke Bali ya mba!!

Posting Komentar

Silakan bagi sahabat yang ingin berkomentar, memberi kritik, dan saran sebagai apresiasi dalam tulisan ini. Saya pribadi sangat menghargai dan menghormati apapun bentuk apresiasi yang sahabat berikan. Terima kasih!!

 
© Copyright 2009-2011 bliyanbayem All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.